Hasil dan Pembahasan
Penerapan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 27 (PSAK No. 27) tentang Akuntansi Perkoperasian di
Kota Semarang secara umum termasuk dalam kategori cukup. Distribusi frekuensi
dari tingkat kepatuhan penerapan PSAK No. 27 KPRI di Kota Semarang tampak dalam
Tabel 2.
Dilihat dari angka persentase rata-rata penerapan PSAK No. 27
diperoleh angka sebesar 44,54%. Jika angka ini dikaitkan dengan tabel kriteria
yang digunakan di atas, maka dapat dimaknai secara rata rata, KPRI di Kota
Semarang termasuk dalam kategori cukup dalam hal kepatuhan penerapan PSAK No.
27. Hasil penelitian juga mengungkapkan tingkat kepatuhan tiap item penyajian
yang dipersyaratkan oleh PSAK No. 27. Hasil penelitian mengenai tingkat
kepatuhan penerapan PSAK 27 tiap item penyajian disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 menginformasikan bahwa
untuk item penyajian nomor 1, 7, dan 11, seluruh KPRI yang ada di Kota Semarang
telah patuh menerapkan item PSAK No. 27. Di sisi lain, untuk item penyajian
nomor 9, dan 10, tidak satu pun KPRI di Kota Semarang menerapkannya. Sedangkan
item penyajian lainnya, beberapa koperasi telah menyajikan, sementara terdapat
juga yang belum menyajikan.
Sebelum melakukan pengujian regresi, penelitian ini mengawali uji
normalitas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Alat uji yang
digunakan untuk menguji normalitas adalah Kolmogorof Smirnof. Jika angka
signifikansi Kolmogorof Smirnof >0,05 maka data residual berdistribusi
normal. Hasil uji Kolmogorof Smirnof untuk tiga jenis pengujian masing masing
penerapan PSAK No. 27 terhadap pertumbuhan relatif volume usaha, pertumbuhan
relatif kekayaan bersih, dan pertumbuhan relatif sisa hasil usaha, diperoleh
hasil angka signifikansi Kolmogorof Smirnof >0,05, sehingga data residual
berdistribusi normal.
Hasil pengujian regresi untuk melihat pengaruh tingkat kepatuhan
penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi
yang dilihat dari pertumbuhan relatif volume usaha.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Penerapan PSAK No. 27
Tiap Item Penyajian
Hasil analisis regresi di atas menyatakan bahwa persamaan regresi
yang dihasilkan adalah Y1 = -77,807 + 2,332X + e. Persamaan
regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan
penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar
2,332 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0,006 berada di bawah 0,05 yang
berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa
tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif
volume usaha.
Besarnya pengaruh variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah sebesar angka
adjusted R square yaitu sebesar 22,4%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar
22,4% variasi variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil pengujian regresi untuk melihat pengaruh tingkat kepatuhan
penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha
koperasi yang dilihat dari pertumbuhan relatif kekayaan bersih.
Angka signifikansi t sebesar 0,771 berada di atas 0,05 yang
berarti hasil penelitian tidak berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan
bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan
relatif kekayaan bersih. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tingkat
kepatuhan penerapan PSAK 27 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
relatif kekayaan bersih koperasi. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh tingkat
kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan
usaha koperasi yang dilihat dari pertumbuhan relatif sisa hasil usaha.
Hasil analisis regresi
menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y3 = -59.835 + 1.852X + e. Persamaan
regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan
penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar
1.852 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0.012 berada di bawah 0.05 yang
berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa
tingkat kepatuhan penerapan PSAK
27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif sisa
hasil usaha. Besarnya pengaruh variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen adalah sebesar angka adjusted R square yaitu sebesar
18.5%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 18.5% variasi variabel Y dapat
dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini telah berhasil
membuktikan hipotesis 1 dan hipotesis 3 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27
berpengaruh terhadap pertumbuhan volume usaha, dan pertumbuhan sisa hasil
usaha. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan
hipotesis 2 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap
pertumbuhan kekayaan bersih koperasi.
Variabel kinerja koperasi diukur
dengan melihat perkembangan kesehatan atau pertumbuhan (growth)
koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per Propinsi,
jumlah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif, dan non
aktif), keanggotaan, volume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil
usaha. Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi
dipengaruhi faktor kelembagaan dan kegiatan usahanya. Menurut Dep. Kop. PK
& M (1997) tingkat kesehatan usaha koperasi dapat diukur dari: pertumbuhan
volume usaha, pertumbuhan net asset/ kekayaan bersih, dan pertumbuhan
SHU. Volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan
jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan (Sitio & Tamba
2001). Volume usaha juga merupakan akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa
sejak awal tahun buku sampai dengan akhir tahun buku. Menurut Undang Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian kekayaan bersih atau modal sendiri (Equity)
koperasi terdiri atas: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan
donasi atau hibah.
Sisa Hasil Usaha adalah selisih
dari seluruh pemasukan dan penerimaan dengan total biaya dalam satu tahun buku
(Sitio & Tamba, 2001). Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 pengertian SHU sebagai berikut: SHU koperasi
adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun dikurangi dengan
biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalan tahun buku yang
bersangkutan, SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota
sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi,
serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan
koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota, besarnya pemupukan modal dana
cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
SHU ini merupakan sumber
penambahan modal untuk membiayai semua kegiatan usaha koperasi, yaitu sebesar
40% (Sukamdiyo, 1996). SHU merupakan salah satu ukuran keberhasilan koperasi di
dalam fungsinya sebagai organisasi yang berwatak sosial. Walaupun ukuran pencapaian
SHU ini tidak begitu besar, karena orientasi utama koperasi bukanlah SHU yang
dicapai melainkan pada kesejahteraan para anggotanya.
Hasil penelitian ini selaras
dengan pemahaman bahwa peningkatan dalam sistem pertangungjawaban koperasi
yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian diharapkan mampu mendorong
koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para
anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat
dalam kegiatan usahanya. Kondisi se-perti ini tentunya akan berpengaruh
terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan volume usaha, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Agar laporan keuangan dapat
dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan
harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan
standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan
prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik
koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi
Menurut Sudarma dalam Cholifatun
(2004), keberhasilan koperasi dipengaruhi oleh faktor kelembagaan dan kegiatan
usaha. Secara kelembagaan, fungsi dari pengurus untuk menyajikan informasi
akuntansi keuangan koperasi secara lengkap, jelas, dan transparan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan mempunyai peran terhadap keberhasilan koperasi. Dengan
demikian, penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang
Akuntansi Perkoperasian mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan koperasi.
Sebagai organisasi yang memiliki
karakteristik tersendiri maka perlu sebuah Standar Akuntansi Khusus yang
sesuai dengan karakteristik koperasi tersebut. Hal inilah yang kemudian mendorong
pemerintah melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Standar Akuntansi
Khusus untuk koperasi. Standar Akuntansi Khusus untuk koperasi telah mulai
diterapkan sejak tahun 1986, di mana Komite Prinsip Akuntansi Indonesia telah
memasukkan topik akuntansi untuk koperasi ke dalam program kerja periode
1986-1990 yang disahkan dalam kongres IAI tahun 1986. Dalam perkembangannya,
standar tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan koperasi yang makin berkembang,
maka IAI menyempurnakan Standar Keuangan Khusus untuk koperasi dengan
memasukkannya ke dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994. Standar Akuntansi
Keuangan khusus untuk koperasi tersebut tertuang dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 27 Tahun 1994.
Seiring dengan perkembangan
koperasi baik di tingkat dunia maupun di Indonesia, salah satunya dengan
disepakatinya cooperative identity statement (ICA), Manchester tahun
1995, maka perlu kirannya Standar Akuntansi yang berlaku untuk melakukan
penyesuian terhadap hal tersebut. Oleh karena itulah, melalui Komite Standar
Akuntansi Keuangan, pengurus pusat IAI mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada tanggal 4 September 1998.
Struktur Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian terdiri dari: Karakteristik Koperasi, tujuan, ruang lingkup,
definisi, ekuitas, kewajiban, aktiva, pendapatan dan beban.
Alat ukur yang paling umum
dipakai untuk menilai perkembangan ekonomi adalah laporan keuangan, oleh
karena itu mutlak bagi sebuah koperasi untuk menyusun laporan keuangan. Laporan
keuangan koperasi selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan koperasi,
juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata
kehidupan koperasi. Dengan demikian, dilihat dari fungsi manajemen, laporan
keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi pertumbuhan
koperasi. Penyusunan laporan keuangan koperasi yang mengacu pada standar ideal
yang telah ditetapkan akan menjadi salah satu tolok ukur perkembangan koperasi
secara kualitas dan salah satu tolok ukur penilaian profesionalisme para
pengelola koperasi.
Peningkatan dalam sistem
pertangungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian
diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam
memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi
anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi seperti ini tentunya
akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat
dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset,
dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam perkembangannya ternyata
tidak semua koperasi mampu menyusun sebuah laporan keuangan. Apalagi untuk
menyusun sebuah laporan keuangan yang benar-benar memperlihatkan kondisi
koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu adanya suatu standar dalam
penyusunan laporan keuangan koperasi sehingga para pemakai informasi akuntansi
keuangan koperasi baik pihak intern maupun ekstern dapat memaham kondisi
keuangan koperasi secara benar. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman pokok
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan
unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan lebih berguna
dan dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan (Ikatan
Akuntan Indonesia, 1994). Adapun standar keuangan yang sekarang berlaku untuk
koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Agar laporan keuangan dapat
dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan
harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan
standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan
prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan
karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan
usaha koperasi.
Adanya ketidaksesuaian dalam
penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Per-koperasian akan
memungkinkan para pemakai informasi keuangan koperasi kurang percaya terhadap
kinerja koperasi, partisipasi anggota dan masyarakat akan menurun. Hal ini
tentunya akan mempengaruhi laju perkembangan usaha koperasi yang dapat dilihat
dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset, dan
pertumbuhan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Tidak terbuktinya hipotesis 2
diduga bahwa variabel kekayaan bersih tidak termasuk aspek yang kena dampak
langsung dari kepatuhan penerapan PSAK 27 ini. Kekayaan bersih memiliki
karakteristik yang berbeda dengan volume usaha dan sisa hasil usaha. Kinerja
koperasi yang tampak dirasakan secara langsung dalam 1 periode akuntansi adalah
kinerja yang berhubungan dengan pencapaian volume usaha dan sisa hasil usaha.
Kekayaan bersih bersifat akumulatif dari beberapa periode akuntansi sebelumnya.
Karakteristik kekayaan bersih yang demikian itulah diduga menjadi penyebebab
tidak terbuktinya hipotesis 2. Penelitian mendatang diharapkan dapat membentuk
model pengaruh penerapan PSAK terhadap pertumbuhan kekayaan bersih ini.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh kesimpulan sebagai berikut: KPRI di Kota Semarang termasuk dalam
kategori cukup dalam hal kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan volume usaha secara signifikan. Penerapan PSAK No.
27 tentang Akuntansi Perkoperasian tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pertumbuhan kekayaan bersih. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sisa hasil usaha secara
signifikan.
Berdasarkan simpulan di atas,
saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: Pemerintah Kota melalui
dinas terkait perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran kepada para pengurus/manajer
KPRI di Kota Semarang dalam hal kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi
Perkoperasian. Upaya ini dapat dilakukan dengan pembinaan pembinaan secara kontinyu
dan konsisten. Pemerintah Kota juga bisa menghimbau kepada para bank bank
kreditur koperasi agar hanya mau melayani koperasi yang telah menyusun laporan
keuangan secara benar sesuai dengan PSAK Nomor 27. Kepada para anggota KPRI di
Kota Semarang disarankan pada saat Rapat Anggota Tahunan hanya mau menyetujui
laporan keuangan yang disampaikan oleh pengurus yang telah sesuai dengan PSAK
Nomor 27. Hal ini agar dapat menjadi pemacu para pengurus dan manajer untuk
senantiasa berupaya meningkatkan kepatuhan terhadap penerapan PSAK Nomor 27.
Kepada para peneliti yang akan datang disarankan untuk dapat meneliti faktor
faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerapan PSAK Nomor 27
bagi KPRI di Kota Semarang pada khususnya dan koperasi pada umumnya.
Daftar Pustaka
Sitio, A. dan H. Tamba. 2001. Koperasi
Teori dan Praktek. Jakarta: Erlangga
Dep.Kop.PK & M. 1997. Petunjuk
Standar Khusus Akuntansi Koperasi. Dirjen Binkopkot. Jakarta
Deputi Bidang Kelembagaan
Koperasi dan UKM. 2002. Himpunan Kebijakan Koperasi dan UKM di Bidang
Akuntabilitas. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
RI
Deputi Bidang Kelembagaan
Koperasi dan UKM. 2004. Peningkatan Kualitas Manajemen dan Kelembagaan
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah RI
Herliana.
2005. Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27
(Revisi 1998) tentang Akuntansi Pekoperasian pada
Koperasi Serba Usaha di Kabupaten Banyumas.
Skripsi. Purwokerto: Fakultas Ekonomi Universitas Soedirman
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
Khafid, M. dan S. Juni. 2006.
Kelengkapan Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) pada Laporan Keuangan
KPRI di Kota Semarang. Jurnal Ekonomi dan Manajemen DINAMIKA. Vol. 15
Sukamdiyo, I. 1996. Manajemen
Koperasi. Jakarta: Erlangga
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2005. Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta
No comments:
Post a Comment