Monday, December 10, 2012

Review Jurnal 1.2 ANALISIS PSAK NO. 27 TENTANG AKUNTANSI PERKOPERASIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN USAHA PADA KPRI



Hasil dan Pembahasan
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 27 (PSAK No. 27) tentang Akuntansi Perkoperasian di Kota Semarang secara umum termasuk dalam kategori cukup. Dis­tribusi frekuensi dari tingkat kepatuhan penerapan PSAK No. 27 KPRI di Kota Semarang tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Penerapan PSAK No. 27 bagi KPRI di Kota Semarang


Dilihat dari angka persentase rata-rata penerapan PSAK No. 27 diperoleh angka sebesar 44,54%. Jika angka ini dikaitkan dengan tabel kriteria yang digunakan di atas, maka dapat dimak­nai secara rata rata, KPRI di Kota Semarang termasuk dalam kategori cukup dalam hal kepatu­han penerapan PSAK No. 27. Hasil penelitian juga mengungkapkan tingkat kepatuhan tiap item penyajian yang dipersyaratkan oleh PSAK No. 27. Hasil penelitian mengenai tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tiap item penyajian disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 menginformasikan bahwa untuk item penyajian nomor 1, 7, dan 11, seluruh KPRI yang ada di Kota Semarang telah patuh menerapkan item PSAK No. 27. Di sisi lain, untuk item penyajian nomor 9, dan 10, tidak satu pun KPRI di Kota Semarang menerapkannya. Sedangkan item penyajian lainnya, beberapa koperasi telah menyajikan, sementara terdapat juga yang belum menyajikan.
Sebelum melakukan pengujian regresi, penelitian ini mengawali uji normalitas. Uji ini ber­tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Alat uji yang digunakan untuk menguji normalitas adalah Kolmogorof Smirnof. Jika angka signifikansi Kolmogorof Smirnof >0,05 maka data residual berdistribusi normal. Hasil uji Kolmogorof Smirnof untuk tiga jenis pengujian masing masing penerapan PSAK No. 27 terha­dap pertumbuhan relatif volume usaha, pertumbuhan relatif kekayaan bersih, dan pertumbuhan relatif sisa hasil usaha, diperoleh hasil angka signifikansi Kolmogorof Smirnof >0,05, sehingga data residual berdistribusi normal.
Hasil pengujian regresi untuk melihat pengaruh tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbu­han relatif volume usaha.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Penerapan PSAK No. 27 Tiap Item Penyajian



Hasil analisis regresi di atas menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y1 = -77,807 + 2,332X + e. Persamaan regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenai­kan item kepatuhan penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar 2,332 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0,006 berada di bawah 0,05 yang berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif volume usaha.
Besarnya pengaruh variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen ada­lah sebesar angka adjusted R square yaitu sebesar 22,4%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 22,4% variasi variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil pengujian regresi untuk melihat pengaruh tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbu­han relatif kekayaan bersih.
Angka signifikansi t sebesar 0,771 berada di atas 0,05 yang berarti hasil penelitian tidak berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif kekayaan bersih. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap per­tumbuhan relatif kekayaan bersih koperasi. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh tingkat kepatu­han penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian terhadap kesehatan usaha koperasi yang dilihat dari pertumbuhan relatif sisa hasil usaha.
Hasil analisis regresi menyatakan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y3 = -59.835 + 1.852X + e. Persamaan regresi ini dapat dimaknai bahwa setiap 1 unit kenaikan item kepatuhan penerapan PSAK 27 dapat meningkatkan pertumbuhan relatif volume usaha sebesar 1.852 satuan. Angka signifikansi t sebesar 0.012 berada di bawah 0.05 yang berarti hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan relatif sisa hasil usaha. Besarnya pengaruh variabel in­dependen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah sebesar angka adjusted R square yaitu sebesar 18.5%. Hasil ini memiliki makna bahwa sebesar 18.5% variasi variabel Y dapat dije­laskan oleh variabel X, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Penelitian ini telah berhasil membuktikan hipotesis 1 dan hipotesis 3 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan volume usaha, dan pertumbu­han sisa hasil usaha. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak berhasil membuktikan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa penerapan PSAK 27 berpengaruh terhadap pertumbuhan kekayaan bersih koperasi.
Variabel kinerja koperasi diukur dengan melihat perkembangan kesehatan atau pertumbu­han (growth) koperasi di Indonesia terdiri dari kelembagaan (jumlah koperasi per Propinsi, jum­lah koperasi per jenis/ kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif, dan non aktif), keanggotaan, vol­ume usaha, permodalan, asset, dan sisa hasil usaha. Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi dipengaruhi faktor kelembagaan dan kegiatan usahanya. Menurut Dep. Kop. PK & M (1997) tingkat kesehatan usaha koperasi dapat diukur dari: pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset/ kekayaan bersih, dan pertumbuhan SHU. Volume usaha adalah to­tal nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan (Sitio & Tamba 2001). Volume usaha juga merupakan akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku sampai dengan akhir tahun buku. Menurut Undang Un­dang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian kekayaan bersih atau modal sendiri (Equity) koperasi terdiri atas: simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi atau hibah.
Sisa Hasil Usaha adalah selisih dari seluruh pemasukan dan penerimaan dengan total biaya dalam satu tahun buku (Sitio & Tamba, 2001). Menurut Undang Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Bab IX, pasal 45 pengertian SHU sebagai berikut: SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalan tahun buku yang bersangkutan, SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keper­luan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota, besarnya pemupukan modal dana cadan­gan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
SHU ini merupakan sumber penambahan modal untuk membiayai semua kegiatan usaha koperasi, yaitu sebesar 40% (Sukamdiyo, 1996). SHU merupakan salah satu ukuran keberhasilan koperasi di dalam fungsinya sebagai organisasi yang berwatak sosial. Walaupun ukuran penca­paian SHU ini tidak begitu besar, karena orientasi utama koperasi bukanlah SHU yang dicapai melainkan pada kesejahteraan para anggotanya.
Hasil penelitian ini selaras dengan pemahaman bahwa peningkatan dalam sistem pertan­gungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akuntansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi se-perti ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Agar laporan keuangan dapat dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi
Menurut Sudarma dalam Cholifatun (2004), keberhasilan koperasi dipengaruhi oleh fak­tor kelembagaan dan kegiatan usaha. Secara kelembagaan, fungsi dari pengurus untuk menyaji­kan informasi akuntansi keuangan koperasi secara lengkap, jelas, dan transparan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan mempunyai peran terhadap keberhasilan koperasi. Dengan demiki­an, penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan koperasi.
Sebagai organisasi yang memiliki karakteristik tersendiri maka perlu sebuah Standar Akun­tansi Khusus yang sesuai dengan karakteristik koperasi tersebut. Hal inilah yang kemudian men­dorong pemerintah melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyusun Standar Akuntansi Khu­sus untuk koperasi. Standar Akuntansi Khusus untuk koperasi telah mulai diterapkan sejak tahun 1986, di mana Komite Prinsip Akuntansi Indonesia telah memasukkan topik akuntansi untuk koperasi ke dalam program kerja periode 1986-1990 yang disahkan dalam kongres IAI tahun 1986. Dalam perkembangannya, standar tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan koperasi yang makin berkembang, maka IAI menyempurnakan Standar Keuangan Khusus untuk kope­rasi dengan memasukkannya ke dalam Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994. Standar Akun­tansi Keuangan khusus untuk koperasi tersebut tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 Tahun 1994.
Seiring dengan perkembangan koperasi baik di tingkat dunia maupun di Indonesia, salah satunya dengan disepakatinya cooperative identity statement (ICA), Manchester tahun 1995, maka perlu kirannya Standar Akuntansi yang berlaku untuk melakukan penyesuian terhadap hal tersebut. Oleh karena itulah, melalui Komite Standar Akuntansi Keuangan, pengurus pusat IAI mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian pada tanggal 4 September 1998. Struktur Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 ten­tang Akuntansi Perkoperasian terdiri dari: Karakteristik Koperasi, tujuan, ruang lingkup, definisi, ekuitas, kewajiban, aktiva, pendapatan dan beban.
Alat ukur yang paling umum dipakai untuk menilai perkembangan ekonomi adalah lapo­ran keuangan, oleh karena itu mutlak bagi sebuah koperasi untuk menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan koperasi selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan kopera­si, juga merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Dengan demikian, dilihat dari fungsi manajemen, laporan keuangan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu alat evaluasi pertumbuhan koperasi. Penyusunan laporan keuangan koperasi yang mengacu pada standar ideal yang telah ditetapkan akan menjadi salah satu tolok ukur perkembangan koperasi secara kualitas dan salah satu tolok ukur penilaian profesionalisme para pengelola koperasi.
Peningkatan dalam sistem pertangungjawaban koperasi yang mengacu pada standar akun­tansi koperasi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkope­rasian diharapkan mampu mendorong koperasi untuk berusaha secara efisien dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya, sehingga dapat meningkatkan partisipasi anggota dan masyarakat dalam kegiatan usahanya. Kondisi seperti ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat per­tumbuhan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbu­han net asset, dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam perkembangannya ternyata tidak semua koperasi mampu menyusun sebuah lapo­ran keuangan. Apalagi untuk menyusun sebuah laporan keuangan yang benar-benar memperli­hatkan kondisi koperasi secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu adanya suatu standar dalam penyusunan laporan keuangan koperasi sehingga para pemakai informasi akuntansi keuangan koperasi baik pihak intern maupun ekstern dapat memaham kondisi keuangan koperasi secara benar. Standar Akuntansi Keuangan adalah pedoman pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun, dan unit ekonomi lainnya adalah sangat penting, agar laporan keuangan lebih berguna dan dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan serta tidak menyesatkan (Ikatan Akuntan Indonesia, 1994). Adapun standar keuangan yang sekarang berlaku untuk koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian.
Agar laporan keuangan dapat dipahami secara benar dan dimanfaatkan secara optimal, maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Perkoperasian. Dengan standar khusus ini berarti koperasi menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim digunakan dengan memperhatikan karakteristik koperasi sehingga dapat menggambarkan kemajuan atau pertumbuhan usaha koperasi.
Adanya ketidaksesuaian dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Per-koperasian akan memungkinkan para pemakai informasi keuangan koperasi kurang percaya ter­hadap kinerja koperasi, partisipasi anggota dan masyarakat akan menurun. Hal ini tentunya akan mempengaruhi laju perkembangan usaha koperasi yang dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan net asset, dan pertumbuhan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Tidak terbuktinya hipotesis 2 diduga bahwa variabel kekayaan bersih tidak termasuk aspek yang kena dampak langsung dari kepatuhan penerapan PSAK 27 ini. Kekayaan bersih memi­liki karakteristik yang berbeda dengan volume usaha dan sisa hasil usaha. Kinerja koperasi yang tampak dirasakan secara langsung dalam 1 periode akuntansi adalah kinerja yang berhubungan dengan pencapaian volume usaha dan sisa hasil usaha. Kekayaan bersih bersifat akumulatif dari beberapa periode akuntansi sebelumnya. Karakteristik kekayaan bersih yang demikian itulah di­duga menjadi penyebebab tidak terbuktinya hipotesis 2. Penelitian mendatang diharapkan dapat membentuk model pengaruh penerapan PSAK terhadap pertumbuhan kekayaan bersih ini.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: KPRI di Kota Semarang termasuk dalam kategori cukup dalam hal kepatuhan penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan volume usaha secara signifikan. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akun­tansi Perkoperasian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan kekayaan bersih. Penerapan PSAK No. 27 tentang Akuntansi Perkoperasian berpengaruh positif terhadap pertum­buhan sisa hasil usaha secara signifikan.
Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: Pemerintah Kota melalui dinas terkait perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran kepada para pengurus/manajer KPRI di Kota Semarang dalam hal kepatuhan penerapan PSAK 27 tentang Akuntansi Perkoperasian. Upaya ini dapat dilakukan dengan pembinaan pembinaan secara kon­tinyu dan konsisten. Pemerintah Kota juga bisa menghimbau kepada para bank bank kreditur koperasi agar hanya mau melayani koperasi yang telah menyusun laporan keuangan secara benar sesuai dengan PSAK Nomor 27. Kepada para anggota KPRI di Kota Semarang disarankan pada saat Rapat Anggota Tahunan hanya mau menyetujui laporan keuangan yang disampaikan oleh pengurus yang telah sesuai dengan PSAK Nomor 27. Hal ini agar dapat menjadi pemacu para pengurus dan manajer untuk senantiasa berupaya meningkatkan kepatuhan terhadap penerapan PSAK Nomor 27. Kepada para peneliti yang akan datang disarankan untuk dapat meneliti faktor faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerapan PSAK Nomor 27 bagi KPRI di Kota Semarang pada khususnya dan koperasi pada umumnya.

Daftar Pustaka
Sitio, A. dan H. Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Praktek. Jakarta: Erlangga
Dep.Kop.PK & M. 1997. Petunjuk Standar Khusus Akuntansi Koperasi. Dirjen Binkopkot. Jakarta
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2002. Himpunan Kebijakan Koperasi dan UKM di Bidang Akuntabilitas. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. 2004. Peningkatan Kualitas Manajemen dan Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Me­nengah RI
Herliana. 2005. Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 (Revisi 1998) tentang Akuntansi Pekoperasian pada Koperasi Serba Usaha di Kabupaten Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Ekonomi Universitas Soedirman
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat
Khafid, M. dan S. Juni. 2006. Kelengkapan Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) pada Laporan Keuangan KPRI di Kota Semarang. Jurnal Ekonomi dan Manajemen DINAMIKA. Vol. 15
Sukamdiyo, I. 1996. Manajemen Koperasi. Jakarta: Erlangga
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2005. Kementerian Kope­rasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta

sumber rizka desti arini / 26211313

No comments:

Post a Comment