Friday, January 17, 2014

Modifikasi teknologi TMC (penanggulangan banjir)

Banjir yang terjadi hampir merata di seluruh Pulau Jawa pada akhir tahun 2007 dan awal tahun ini sungguh
tidak bisa dianggap ringan. Puluhan jiwa melayang, ribuan penduduk menjadi sengsara, dan infrastruktur
yang telah dibangun dengan biaya miliaran bahkan  mungkin triliunan rupiah harus luluh lantak.

Banjir sempat surut. Bahkan, bumi Indonesia sempat  kering akibat hujan yang tidak turun dalam dua minggu.  Periode kering ini secara regional wilayah Indonesia  hanya bertahan hingga sekitar tanggal 20 Januari 2008.

Kini curah hujan terus mengguyur sebagian wilayah   Indonesia hingga puncak musim hujan untuk wilayah
Indonesia pada minggu terakhir bulan Januari hingga  Februari 2008. Prakiraan ini didasarkan pada perilaku
gelombang atmosfer yang dominan memengaruhi cuaca saat  ini, yaitu gelombang intramusim yang dikenal dengan  Madden Julian Oscillation (MJO).

Berdasarkan pemantauan gelombang MJO kemudian sudah meninggalkan wilayah Indonesia dan berada di sebelah  timur wilayah Indonesia. Dalam waktu beberapa hari  ini, gugus awan ini kembali berada di sebelah barat  wilayah Indonesia (Samudra Indonesia). Di Indonesia  bagian barat, seperti Jakarta dan Sumatera, tumbuh  awan-awan konvektif yang biasanya turun menjadi hujan  pada siang hingga sore hari. Ketika gugus awan sudah  berada di wilayah Indonesia, hujan akan turun  sepanjang hari dan malam, seperti terjadi akhir-akhir  ini. Pada saat inilah peluang terjadinya banjir di  wilayah Indonesia sangat besar.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi terjadinya banjir ini? Tanpa mengecilkan arti dari
berbagai upaya yang telah dilakukan berbagai pihak, sebenarnya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mempunyai kemampuan antisipasi banjir dengan sebuah teknologi untuk memodifikasi cuaca.

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)

Pesawat sedang melakukan penyemaian awan
untuk merangsang terjadinya hujan

selama ini banyak berfungsi untuk menambah curah hujan. Dalam fungsinya menambah curah hujan, teknologi ini dilaksanakan  dengan memasukkan bahan semai yang bersifat  higroskopis dengan ukuran 1-100 mikron (µ).

Bahan semai yang berukuran kurang dari 10 µ ini  berfungsi untuk meningkatkan energi awan sehingga
menambah suplai uap air yang masuk ke dalam sistem  awan.

Sedangkan bahan semai yang berukuran lebih dari 10 µ  berfungsi mempercepat proses-proses di dalam awan sehingga cepat turun menjadi hujan.

Dalam usaha menambah curah hujan, awan yang disemai  adalah awan yang diperkirakan akan turun menjadi hujan  di daerah yang memerlukan tambahan hujan.

Modifikasi teknologi TMC

Kemudian bagaimana TMC bisa mengantisipasi banjir? Dengan mempertimbangkan konsep TMC untuk menambah  curah hujan, dengan sedikit saja modifikasi, teknologi  ini juga bisa digunakan untuk mengantisipasi (atau  bisa diartikan mencegah) terjadinya banjir (akibat  curah hujan tinggi).

Modifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Bahan semai yang digunakan adalah bahan semai  higroskopis dengan ukuran lebih dari 10 µ-100 µ. Agar  lebih aman dari kemungkinan terjadinya peningkatan  curah hujan, bisa saja digunakan bahan semai  higroskopis dengan ukuran 30-100 µ. Dengan cara ini,  penyemaian awan hanya bertujuan untuk mempercepat  terjadinya hujan. Mekanisme ini disebut juga sebagai  jumping process.
Awan-awan yang disemai adalah awan-awan yang masih berada di atas laut dan diperkirakan (dengan mengukur  kecepatan angin dan posisi awan) dalam tiga jam ke  depan masih berada di atas laut. Dengan cara ini, bisa  dipastikan awan-awan yang disemai akan jatuh di lautan  karena awan-awan yang disemai akan turun menjadi hujan  dalam waktu kurang dari dua jam akibat mekanisme
jumping process.
Dari segi teknis, teknologi ini tidak terlalu sulit dilaksanakan BPPT karena BPPT (melalui bagian
organisasinya, yaitu Unit Pelaksana Teknis Hujan  Buatan) sudah mempunyai pengalaman puluhan tahun dan sekarang sudah memiliki alat-alat canggih untuk melakukan tugas-tugas seperti yang penulis sebutkan di  atas.

Akan tetapi, bagaimanapun, teknologi ini tidak bisa menjamin untuk tidak akan terjadinya banjir di wilayah

Indonesia. Meski demikian, teknologi ini akan cukup  signifikan dalam mengurangi curah hujan yang jatuh di  wilayah daratan Indonesia, yang pada akhirnya bisa  mengurangi peluang terjadinya banjir.

No comments:

Post a Comment