Saturday, February 1, 2014

DAMPAK PELEMAHAN RUPIAH TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT



  • Pelemahan Rupiah Gerus Daya Beli Masyarakat

Pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek.
pelemahan nilai tukar Rupiah terus dibiarkan, maka pada akhirnya akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, akan terjadi penurunan daya beli masyarakat, yang nantinya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana mengatakan, pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek, yakni terkait melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Ina berpendapat, pemicu rupiah melemah sekarang ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan valas akibat ditariknya dana-dana asing di pasar modal, jatuh temponya pembayaran utang luar nNegeri, baik pemerintah maupun swasta dan adanya pembelian barang impor.
“Ini seharusnya segera dilakukan kebijakan yang memang bisa membuat Rupiah kita tidak melemah terus. Karena akan ada dampak yang terjadi bila pelemahan Rupiah itu tidak segera diatasi”, kata Ina, dalam diskusi “Penyebab Krisis Nilai Tukar dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Nasional”, di Jakarta, Jumat, 6 September 2013.
Dampak pembiaran nilai tukar Rupiah yang dimaksudkan, yakni akan menurunnya daya beli, meningkatnya kemiskinan, industri akan mengalami kebangkrutan yang disusul dengan meningkatnya PHK, dan terjebaknya Indonesia pada Middle Income Trap.
“Dapatkah paket kebijakan ekonomi menahan kondisi yang lebih buruk. Apalagi, paket kebijakan ekonomi lebih tepat untuk jangka menengah dan jangka panjang, dan bukan sekarang. Terlambat, karena digelontorkan saat sudah terjadi turbulensi”, tegas Ina. (*)

  • Biaya Operasional PLN Bakal Membengkak (Dampak Pelemahan Rupiah)

Melemahnya rupiah terhadap dolar ternyata juga berpengaruh terhadap biaya operasional PT PLN (persero). Direktur Operasi Jawa Bali Ngurah Adnyana mengatakan dengan pelemahan rupiah bisa membuat beban operasional penyediaan listrik terutama dari pembangkit listrik yang menggunakan gas akan mengalami kenaikan. Pasalnya, PLN membeli gas dengan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (US$).
Meski akan mengalami kenaikan, Adnyana mengaku belum mendapatkan hitung-hitungan akibat kenaikan kurs rupiah terhadap dolar. “Mungkin saja nanti harga gas akan naik karena kita beli dalam dolar. Akan tetapi, persentasi kenaikannya belum dihitung oleh PLN,” ujar Adnyana saat ditemui di Jakarta.
Ia menjelaskan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar sehingga membuat beban operasional meningkat belum akan terasa dalam waktu dekat. sehingga perseroan masih bisa melakukan langkah antisipasi terkait hal tersebut. “Sekarang belum (akan berdampak pada beban operasional) karena kan baru bulan-bulan ini (santer isu pelemahan rupiah),” tukasnya.
Di sisi lain, tambah dia, kenaikan beban produksi tampaknya tidak berdampak pada semua lini. Dengan demikian, kenaikan yang mungkin terjadi bisa ditutupi dengan kinerja yang positif dari sektor pembangkit listrik non gas. “Bahan bakar (bahan bakar minyak/BBM) kan kita beli di Indonesia. Jadi, kita beli pakai rupiah. Jadi tidak akan ada kenaikan cost produksi dari sektor ini.
Sejauh ini, pasokan gas untuk PLN telah mencapai 390 tera british unit (TBU). Akan tetapi, PLN menganggap bahwa pasokan tersebut masih kurang untuk memaksimalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLN membutuhkan setidaknya dua kali lipat dari pasokan yang diterima oleh Perseroan.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan pihaknya sangat membutuhkan pasokan gas untuk pembakit listrik setidaknya mencapai 500 BTU. “Saat ini kita mendapatkan pasokan gas sebesar 390 BTU. Akan tetapi kalau ditanya apakah itu sudah cukup, maka saya jelaskan itu masih kurang. Karena kita menginginkan dua kali lipatnya atau 500 BTU,” imbuhnya.
Permintaan ini, menurut Pamudji didasarkan masih kurangnya pasokan gas sehingga membuat kejadian matinya PLTG lantaran pasokan gas yang kurang. Ia menceritakan kejadian tersebut terjadi di Medan. Akibat kejadian tersebut, pihaknya lalu menggunakan Bahan Bakr Minyak (BBM) sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.
Menurut dia, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik akan mengalami peningkatan. Terlebih saat PLTG mengambil alih fungsi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang masih menggunakan BBM. Sejauh ini, pembhangkit listrik di daerah Lorok dan Kalimantan Timur sudah sepenuhnya menggunakan gas. “Pembangkit di Bali yang semula belum menggunakan gas, nanti akan dapat gas. Jadinya kebutuhannya akan bertambah,” ucapnya.
Penurunan pasokan gas untuk listrik disebabkan kendala koneksi yang tak bisa diubah. Saat ini, jaringan pipa gas di Indonesia tak berhubungan dengan seluruh sumur gas. Akibatnya jika ada satu sumur gas merosot produksinya pembangkit listrik langsung terkena dampaknya. Seandainya semua jaringan pipa gas saling terkoneksi, maka pembangkit listrik bisa saja mendapat pasokan dari tempat lain.
Sayangnya, tak semua pembangkit bisa seperti itu. Pembangkit mutakhir dengan kapasitas lebih dari 10 MW hanya bisa menggunakan gas. Kalau pasokan gasnya berhenti maka pembangkit listrik itu mati. “Penyebab merosotnya gas, yang bisa menjawab produsen gas. Alasan rutin yakni, sudah berupaya semaksimal mungkin namun tetap gagal juga.
Pasokan gas untuk pembangkit listrik diakui PLN tidak hanya berasal dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN), tetapi juga dari para kontraktor migas lainnya. Gas dari PGN hanya digunakan untuk pembangkit listrik di Muara Tawar dan Cilegon. “Pembangkit listrik di Gresik menggunakan gas dari WMO dan Cilegon menggunakan gas dari CNOOC.
Seperti diketahui, mata uang rupiah dalam keadaan mengkhawatirkan. Pasalnya rupiah sempat menyentuh Rp11.000 per dolar. Akibat keadaan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan 4 kebijakan agar membuat rupiah terkendali. 4 kebijakan tersebut antara lain perbaikan neraca transaksi perjalanan dan menjaga nilai tukar rupiah, pemberian insentif, dan menjaga daya beli masyarakat serta menjaga tingkat inflasi. Dan paket terakhir kebijakan penyelamatan ekonomi itu adalah percepatan investasi.
     

  •  Pelemahan rupiah pengaruhi kinerja ekspor-impor

 Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), akan memengaruhi kinerja ekspor dan impor di Kalimantan Timur (Kaltim).

Bank Indonesia (BI) perwakilan Kaltim memperkirakan akan ada pengaruh positif terhadap ekspor Kaltim yang lebih banyak berasal dari sektor sumber daya alam. Bahkan dengan melemahnya rupiah, nilai ekspor Kaltim akan mendorong daya saing ekspor secara relatif.

"Logikanya, rupiah melemah, eskpor untung karena harga komoditi yang akan diekspor menjadi lebih murah," kata Deputi Kepala Kantor BI Perwakilan Kaltim.

Di sisi lain, pelemahan rupiah ini juga akan berdampak sebaliknya dari ekspor. Dengan nilai tukar rupiah saat ini, harga komoditi impor akan semakin mahal. Sehingga, menurunnya nilai rupiah akan menekan laju impor.

"Melemahnya nilai tukar rupiah akan melemahkan daya beli masyarakat secara tidak langsung. Harga barang-barang impor akan meningkat. Jika penghasilan tetap, maka daya beli barang impor tentu menurun.

Namun, melemahnya nilai tukar rupiah sampai saat ini belum berdampak langsung di Kaltim. Jika kondisi ini bertahan lebih lama, tentu dampaknya akan semakin terasa.

SUMBER 1

No comments:

Post a Comment